Sunday, January 18, 2009

Rayi

Hmm… hmm…
Aku bingung sendiri, akan apa yang harus kutuliskan di sini…
Apa mungkin, terbatasnya kata-kata, bisa lengkap menggambarkan dan mewakilkan perasaan dan ikatan yang ada…

Semata-mata hanya atas karunialah, bisa hidup berdampingan dengannya.

Karna lihatlah!
Betapa indahnya dia…

Salah satu bayi tercantik yang pernah kulihat di dunia…
Di kampungku di Pedurenan Haji Cokong dulu (kini sudah tak ada, karena dibangun salah satu proyek raksasa di Jakarta: Rasuna Episentrum), siapa yang bisa menandingi kelucuannya?

Pantas saja, saat dia berusia balita, jika sore tiba, ada beberapa anak laki-laki kecil mengintipnya… saling mendorong untuk bisa menyapanya…
Namun ini juga, yang nyaris membuat kami kehilangan dia.
Ditemukan oleh tetangga, hampir dibawa oleh tukang loak entah kemana,
lantaran mencoba mengikutiku asyik bermain dan tak ingin diikutinya.
Hampir aku tidak bisa memaafkan diriku karnanya.

Waktu dan segala peristiwa yang mengiringinya,
membuatnya tumbuh jadi sosok yang luar biasa.
Setidaknya di mataku.

Baja adalah tekad dan kemauannya.
Namun sutera, adalah hati dan perasaannya.
Jika ada yang namanya Srikandi,
Maka dialah Pratiwi.

Berbekal tabungannya sendiri, berangkat merantau kuliah di Lampung sana.
Tak tega rasanya mengingatnya, sebab ia harus bertahan hidup hanya dari kiriman yang tak layak pula.

Entah berapa ratus malam ia harus berkompromi dengan rasa lapar di perutnya, kalau ingin ada sisa sampai akhir bulan menyapa.
Pun tidak bisa sering kami menyambanginya di sana.
Jauh jarak dan biaya, adalah tembok raksasa yang tidak bisa kami lewati ketika itu.
Hingga demam berdarah dan malaria menjangkitinya, sampai kecelakaan yang membuatnya terlempar di jalan raya.

Namun di sana pula, ia temukan sejatinya dirinya.
Merasa dia adalah dia.
Menjadi dia, dirinya sendiri.
Tidak lagi di bawah bayang-bayang,
Sesuatu yang menurutku adalah ilusi semata,
Karna ia tidak sadar betapa cemerlangnya dia.

Berkiprah dan berprestasi,
Berjuang dan mandiri.
Eksis di sebuah media kampus yang lumayan ternama: Teknokra.

Disayang oleh semua:
kawan-kawannya, saudara kawan-kawannya, sampai orang tua kawan-kawannya.
Bukti luhurnya budi pekerti, bisa menitipkan diri.

Wajar memang, karena belanya pun kepada mereka, tidak usah dipertanyakan lagi.
Menangis saat mereka sedih,
Dan tertawa saat mereka bahagia.
Malah kadang, rela kehilangan miliknya yang berharga - untuk mereka.

Satu lagi: ketulusan untuk berbagi.
Ketika Tuhan memberikan lebih,
Sekali-sekali tidak dihabiskannya sendiri.

Salutku tidak habis-habisnya,
Karena dialah yang membelikanku alat komunikasi,
Semata-mata dari kelebihan kiriman yang diterimanya.
Pun memberikan sebuah mesin jahit plus sedikit modal usaha bagi orang tua seorang kawannya, yang dikebiri pemerintah hidup dan kehidupannya, lantaran dicurigai terlibat organisasi terlarang waktu mudanya.
Itu pun, semata-mata dari kelebihan kiriman yang diterimanya.

Bangga dan cinta,
Hanya itulah yang aku punya untuknya.

Rasa syukur yang tak terukur,
Bisa berbagi masa bersamanya.
Saat jalan bersama di girls’ day out, atau simply duduk duduk di beranda.
Berceloteh dan berbagi cerita…
Tentang rasa,
tentang masa,
tentang cinta.

Menyaksikannya terluka, menyakitiku melebihi luka itu sendiri.
Melihatnya tertawa, serasa aku memiliki dunia.
Damai, adalah memandangnya dalam lelapnya,
mengusap rambutnya, dan mengecup keningnya.

Orang bijak berkata:
Jangan terlalu jika mencinta
Namun kataku: ah, biarlah…

Tentang kini:
Kataku: hadapilah…
Karna ialah yang akan membuatmu jadi lebih kuat,
Dan berharga jadi manusia

Tentang masa depan:
Kataku: mengalirlah…
Lukis dunia dengan warna-warni semaumu!
Jangan pernah merasa terpenjara dengan apapun jua,
Karena sayapmu kan bebas membawamu ke tempat manapun kau suka.

Haaa…jika ada yang mempertanyakan cintaku padanya,
Maka aku akan hanya terkekeh geli:
Bagaimana mungkin?
Hidupku adalah cintaku kepadanya itu sendiri.
Menafikannya, adalah menafikan darah yang mengalir di jantung dan nadiku ini.

Bahkan meski esensiku sudah tak berdimensi,
Dalam sunyi, akan tetap terdengar gaung hatiku lirih:
“I, tapa?
Tayang lunthuna eteh...
Tayang-tayang-tayang, tayang lunthunaa…,
Mau-mau-mau, mau sama lunthuna eteh…”



8 comments:

  1. Mmmmm kayaknya kenal deh ni tokohnya sapa...mmmm sapa ya.... mmmmm coba ah pake keyword yang pas "OOM TAPA NI...?"

    ReplyDelete
  2. sapa ya si dia itu???, aku ya??? :D

    ReplyDelete
  3. Jadi inget waktu kecil...
    Kita menjalani hidup diiringi lagu dangdut dan iwan fals...
    Dah akh jadi sedih...

    ReplyDelete
  4. karena konon suatu masalah yang disebut "prinsip" oleh manusia, 12 tahun lalu aku berpisah dengan 2 anakku. 12 tahun tanpa ketemu, tanpa komunikasi. dan 3 tahun lalu mereka datang padaku. yg sulung sudah remaja, yang kedua kelas 4 SD. saat itu aku nyaris tak percaya dengan CARA yang dipakai Tuhan untuk mempertemukan kami kembali.

    lalu di antara kami tidak saja berlangsung sebuah hubungan sebagai anak dan ayah, tetapi menjadi LEBIH karena kami juga sekaligus menjadi 3 SAHABAT.

    dua minggu yg lalu, si sulung yang kini sudah kelas 1 SMA, tiba2 minta ijin pindah sekolah ke denpasar. jaraknya 120 km dari dusun kami. "Biar lebih kangen, soalnya sekarang kita sering bertengkar," demikian dia berargumen. aku ketawa, lalu kami sama2 ketawa. "Ya, berangkatlah!" jawabku.

    sekarang, terutama seperti malam ini, aku jadi sering melamun memikirkannya. tapi, ya, memang biarlah. rasa kangen ini biarlah menjadi busur yang lentur, agar (semoga) dia menjadi anak panah yang lurus menuju sasarannya.

    (aku jadi lebih kangen padanya gara-gara membaca tulisanmu ini...)

    ReplyDelete
  5. Buat Mas Nanoq: Tuhan memang luar biasa, ya... Dia punya cara-Nya sendiri, dan cara-Nya adalah indah.

    Akupun masih belajar, agar rasa ini tidak berubah jadi 'bisa di akar cinta'.

    Menjadi 'busur yang lentur' adalah pilihan yang menurutku bijaksana - karena mencinta dengan dasar 'kesadaran' dan bukan 'ego' semata.

    Karena bukankah sejatinya cinta, adalah kelaparan tak berkesudahan untuk melihat yang dicinta bahagia, selamat dan damai, meski kita tak termasuk di dalamnya? :)

    ReplyDelete
  6. speechless... bacanya sambil mewek.. emang dasar cengeng baca yang bikin banjir air mata.. siapakah dia tu?

    ReplyDelete
  7. Adik gw Fiiitttttt....
    Rayi = Adik

    ReplyDelete